Selasa, 28 Oktober 2014

Wanita dalam Perjalananku



Ada sesuatu dari wanita itu yang membuatku terus jatuh cinta. Aku tidak dapat menyebutkan secara jelas. Tapi, menikmati kebersamaan dengannya, berjalan bersebelahan, saling bertatapan, atau sekedar berkelakar mungkin adalah beberapa hal yang dapat aku sebutkan serta paling aku rindukan dari dirinya.

Ini adalah kepulangan kesekian kali dimana aku memandangnya di tengah bus yang hendak berjalan menjauh. Merayap perlahan-lahan mengaburkan senyumnya yang jelas menjadi kabur setebal kabut yang terbaur senja.

Aku mencintai senyum sederhananya yang kuyakin telah ada sejak kecil. Karena meninggalkan bekas di kedua belah pipi yang jika merekah senyumnya membuat sebuah garis simpul utuh yang cantik.

Aku suka ritual-ritual kecil yang dia siapkan untuk setiap pertemuan kami.

Tatapan matanya yang hangat dan bulat. Gelak tawanya yang rendah dan mengalir. Jemarinya yang secara genap mengapit seluruh jariku. wangi yang dia sebarkan untuk mengiri langkah kami. Bahkan kesalnya yang selalu kuanggap manis.

Vonislah aku jatuh cinta. Karena terbutakan oleh segala dari dirinya. Dan aku tidak keberatan untuk jatuh sekali lagi. Untuk lagi-lagi buta dan terbutakan. Karena buta membuka mata hati yang kian jujur. Mata yang memang sejatinya lebih melihat. Kelak, di jatuh cinta yang kesekian kalinya, aku akan buta secara tetap. Dan berjalan bersamanya dalam mata hati yang kian jujur.

Maka jatuhkanlah aku sekali lagi.

Akasia tua benar. Semenjak menemukannya, dia adalah diksi-diski baru untuk puisiku yang dipenuhi rindu dan dimekari kasih. Dia adalah kata-kata baru yang meresap dan mengakar dalam setiap prosaku. Dia adalah nafas baru bagi setiap nada yang dilantunkan.

Wanita dengan jarak. Mencintai jarak antara diriku dan dirinya sebagai sebuah cerita yang terus bersambung. Memberi celah agar kenangan dapat masuk dan tersusun rapi lembar demi lembar. Membuat ruang dalam kenangan lebih rapi dan tertata. Lebih manis dan layak ditinggali.

Wanita dengan jarak, mengajarkanku tentang cinta dalam pertemuan. Kasih sayang dalam perjalanan. Karena cinta yang kami tahu tidak mengenal tempat. Tidak mengenal kota. Cinta kami di bumi dan doa kami di langit. Maka setiap tempat yang kami pijak adalah sebuah ranah yang membebaskan kepercayaan dan kesetiaan bermain secara bebas. Seperti dua anak kecil yang bercanda menunggu senja tiba. Mengharapkan waktu pulang berpegangan ke rumah masing-masing dalam gelap.

Untuk orang yang berada di sebelahku dalam perjalanan dan perjalan kita yang semakin panjang.

1 komentar:

  1. Baca judulnya, kirain mau nulis daftar mantan. Eh ternyata...


    Keren tulisannya :))

    BalasHapus