Puisi
Beberapa orang, pantas diberikan puisi atas keindahannya. Puisi harus
ada untuk melengkapi dan memperjelas keindahan yang dia miliki. Bagi
orang-orang tersebut, puisi seperti serifikasi halal MUI, atau bukti telah
diuji di ITB dan IPB. Puisi memperjelas dan mengultimatum keindahan dirinya.
Oleh karena itu, puisi sering memuja seseorang dalam hiperbola dan imaji yang
terkadang lebih terdengar anomali. Semakin hiperbola dan abstrak personifikasi
yang dibubuhkan, semakin cantik. Setidaknya, memang ada beberapa orang yang
cukup cantik untuk diimbuhkan namanya dalam puisi.
Beberapa orang lain yang jumlahnya terbatas tidak dapat diberikan puisi,
namanya justru janggal dalam puisi-puisi cinta kasih sayang. Puisi tidak dapat
mempercantik dirinya. Alih-alih mempercantik, puisi hanya akan menurunkan
derajatnya. Dirinya dan jiwanya adalah puisi itu sendiri, perilaku dan
gerakannya adalah kiasan-kiasan yang lebih nyata. Lirikan mata dan senyumnya
adalah hal yang sering dipersonifikasikan puisi. Puisi menjelma dalam dirinya,
menjadikan detik demi detik seakan lembar-lembar puisi yang tidak ada habisnya.
Dan semua hal itu hanya akan membuat para pujangga terbius. Lupa dan entah apa
yang harus dituliskan dalam puisinya. Memampatkan semua ide dan romantisasi
yang sudah biasa ditulis seperti sarapan pagi. Cinta yang besar kehilangan
daya. Kekaguman yang utuh telah dicopet. Hilang secara cepat sebelum pemiliknya
sadar. Kata dan semua keromantisannya telah raib di hadapan seseorang.
Begtulah sejatinya puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar