Selasa, 15 Juli 2014

Puisi: Aku Adalah Kabut



Dan pagi yang datang dengan hujan. Apakah akan seindah senja yang datang dengan kabut?

Hujan lebih senang memiliki dan kabut lebih senang bersembunyi. Dimana kau akan pijakkan kaki saat matahari tak lagi tinggi?

Aku ingin memilikimu seperti hujan. Tapi, semua perasaan ini selalu bersembunyi seperti kabut.

Karena kabut dan hujan tak bisa datang bersama. Maka aku lebih memilih bersembunyi.

Mengaburkan cinta dan perasaan yang besar dalam selimut kabut. Agar kau dapat tetap nyaman berjalan tanpa tahu diikuti perasaan sebesar itu.

Kabutku menjagamu dalam diamnya. Menggenggam tanganmu dan membimbing jalanmu. Langkah demi langkah. Hari demi hari. Sedikit demi sedikit.

Kau tak perlu tahu kemana kabut membawamu. Kau hanya perlu percaya. Kabutku membimbingmu ke jalan yang benar.

Kau tidak perlu tahu apa yang dilawan kabut setiap hari. Melawan serigala dan beruang hutan agar jalanmu tetap lancar tanpa jeda.

Memangkas semak belukar hingga melukai tangan. Menyapu ranting-ranting yang mungkin menjatuhkanmu. Kabutku selalu ada di depan. Menjagamu.

Apa kau melihatku dalam kabut? Semoga tidak. Karena aku tidak mau kau berhenti untuk menyapaku. Berjalanlah lurus. Aku ada di depanmu.

Aku ada dalam kabut. Memelukmu dengan doa. Menjagamu dalam nyata.

Tak perlu repot-repot menungguku. Karena saat kabut reda dan hilang, aku ada di kabut kemudian harinya.


Aku adalah kabut. Yang menjagamu diam-diam .





Yudith Tri Susetio
13-Juli-2014

--

Picture from: amolife

2 komentar: