Rabu, 18 Juni 2014

Cerita anak: Kisah Matahari dan Bulan


Cerita anak: Kisah Matahari dan Rembulan

Daun-daun bergoyang pelan, diterangi pendaran rembulan yang hampir bulat dan bintang-bintang yang terpercik di sisi kiri dan kanannya. Pohon-pohon ikut menarikan rembulan dari kejauhan lewat cahanyanya yang temaram. Di sebuah tepi hutan, sebuah rumah masih menyala dengan perapian yang mengepul menuju langit.

“Mama, itu apa?” ucap seorang anak lelaki yang sedang duduk di pangkuan ibunya. Sang ibu mengelus pelan rambutnya sembari tersenyum.

“itu sang rembulan, sayang” ucap sang ibu lembut sambil menatap rembulan yang semakin membulat dibalik deretan pohon pinus. Ucapannya yang lembut terbawa angin malam hingga ke danau, membuat riak air dengan bayangan sang rembulan.

“rembulan itu apa ma?” ucap sang anak sambil membenahi duduknya, kini naik dan duduk di tiang beranda menghadap ibunya.

“Kenapa rembulan ada di langit? Mataharinya pulang?” ucapnya cepat. Sebelum sang ibu sempat menjawab pertanyaan pertama.

“aku suka matahari bu, kalau ada matahari aku bisa bermain pedang-pedangan di hutan, atau lari-larian bersama kupu-kupu di dekat danau” ucapnya bersemangat

“kalau ada rembulan ibu akan suruh aku masuk, ibu akan suruh aku ganti piyama dan tidur” ucapnya memelan sambil memainkan kedua kakinya. Sang ibu masih duduk di tempat yang sama, kini memandang anaknya yang duduk di atas beranda.

“adik, mau mama ceritakan kisah soal matahari dan rembulan?” ucap sang ibu sambil menepuk-nepuk pahanya, meminta sang anak agar segera turun. Sang anak melompat turun dan duduk kembali di pangkuan sang ibu, sambil memeluk erat tubuh ibunya. Memandang wajah ibunya yang bersinar diterpa rembulan. Menunggu cerita malam dimulai.

Sang ibu bercerita:

Suatu hari, jauh dari hari kita kini, langit adalah tempat pertemuan. Semua bintang bertemu dan bercanda di langit, saling berbagi kisah. Ada canopus yang berkelana sangat jauh, atau lyra yang senang berdiam diri, ada juga carina, bintang yang senang mencari teman, atau crux yang sering menghilang. Bintang-bintang gemar berbincang lama-lama di langit, saling menunjukkan keindahan masing-masing hingga bumi tidak punya waktu untuk menunjukan gunung dan lautnya yang juga indah.

Bumi kesal dan berbicara pada matahari, meminta langit menjadi lebih terang agar gunung dan laut dapat terlihat. Matahari yang berteman dengan bumi, menginginkan sinarnya lebih menerangi langit agar dapat menunjukkan keberadaan gunung dan laut. Sedangkan bintang yang berteman dengan rembulan menginginkan agar langit tetap seperti keadaannya itu. Rembulan dan matahari sama-sama tidak mau mengalah, keduanya bertengkar karena ingin sama-sama indah. Sampai pada akhirnya matahari dan rembulan sama-sama ada di langit dan terjadilah gerhana. Seluruh bumi dan langit menjadi gelap gulita. Tidak ada bintang, tidak ada juga gunung dan laut. Yang ada hanya gelap yang sunyi dan sepi tanpa bintang yang saling bercanda, juga tanpa gunung yang menggemerisikkan daun-daunnya.

Matahari dan rembulan akhirnya menangis, menyisakan cincin kecil di tengah kegelapan langit. Mereka sadar jika pertengkaran tidak dapat membuat segalanya menjadi indah. Sejak saat itu, matahari dan rembulan membagi dua keindahannya. Waktu rembulan dan gemintang bercengkrama mereka namakan malam. Sedangkan waktu matahari dan gunung serta laut bergemerisik dinamakan siang.

“Itulah kenapa ada matahari dan ada rembulan, sayang” Ucap sang ibu sambil memeluk hangat tubuh anaknya yang mungil.

“berarti rembulan tidak jahat ma? Aku mau main di bawah rembulan juga” ucapnya dengan mata yang berbinar-binar.

“iya, boleh. Nanti ya kalau ayah sudah pulang dan rembulan sedang bulat, kita main sama-sama” ucap sang ibu sambil menepuk-nepuk kepala sang anak.

“sekarang kita tidur ya, sudah malam, besok kan adik mau bertemu matahari lagi” ujar sang ibu lembut sambil membopong anaknya masuk ke dalam rumah. Sang anak menyandarkan kepalanya di bahu dan memejamkan mata.


Hari itu, hari yang sunyi. Rembulan sudah hampir bulat sempurna di balik pohon pinus. Ibu dan anak di dalam rumah di tepi hutan, dengan perapian yang menyembul ke langit perlahan memadam. Ditiup angin dari sisi danau. Harapannya, semoga, sang ayah dapat segera pulang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar