Cerita anak: Kisah Matahari dan Rembulan
Daun-daun bergoyang pelan, diterangi pendaran rembulan yang hampir bulat
dan bintang-bintang yang terpercik di sisi kiri dan kanannya. Pohon-pohon ikut
menarikan rembulan dari kejauhan lewat cahanyanya yang temaram. Di sebuah tepi
hutan, sebuah rumah masih menyala dengan perapian yang mengepul menuju langit.
“Mama, itu apa?” ucap seorang anak lelaki yang sedang duduk di pangkuan
ibunya. Sang ibu mengelus pelan rambutnya sembari tersenyum.
“itu sang rembulan, sayang” ucap sang ibu lembut sambil menatap rembulan
yang semakin membulat dibalik deretan pohon pinus. Ucapannya yang lembut
terbawa angin malam hingga ke danau, membuat riak air dengan bayangan sang rembulan.
“rembulan itu apa ma?” ucap sang anak sambil membenahi duduknya, kini naik
dan duduk di tiang beranda menghadap ibunya.
“Kenapa rembulan ada di langit? Mataharinya pulang?” ucapnya cepat. Sebelum
sang ibu sempat menjawab pertanyaan pertama.
“aku suka matahari bu, kalau ada matahari aku bisa bermain pedang-pedangan
di hutan, atau lari-larian bersama kupu-kupu di dekat danau” ucapnya
bersemangat
“kalau ada rembulan ibu akan suruh aku masuk, ibu akan suruh aku ganti
piyama dan tidur” ucapnya memelan sambil memainkan kedua kakinya. Sang ibu masih
duduk di tempat yang sama, kini memandang anaknya yang duduk di atas beranda.
“adik, mau mama ceritakan kisah soal matahari dan rembulan?” ucap sang
ibu sambil menepuk-nepuk pahanya, meminta sang anak agar segera turun. Sang anak
melompat turun dan duduk kembali di pangkuan sang ibu, sambil memeluk erat
tubuh ibunya. Memandang wajah ibunya yang bersinar diterpa rembulan. Menunggu cerita
malam dimulai.
Sang ibu bercerita:
Suatu hari, jauh dari hari kita kini, langit adalah tempat pertemuan. Semua
bintang bertemu dan bercanda di langit, saling berbagi kisah. Ada canopus yang
berkelana sangat jauh, atau lyra yang senang berdiam diri, ada juga carina,
bintang yang senang mencari teman, atau crux yang sering menghilang. Bintang-bintang
gemar berbincang lama-lama di langit, saling menunjukkan keindahan
masing-masing hingga bumi tidak punya waktu untuk menunjukan gunung dan lautnya
yang juga indah.
Bumi kesal dan berbicara pada matahari, meminta langit menjadi lebih
terang agar gunung dan laut dapat terlihat. Matahari yang berteman dengan bumi,
menginginkan sinarnya lebih menerangi langit agar dapat menunjukkan keberadaan
gunung dan laut. Sedangkan bintang yang berteman dengan rembulan menginginkan
agar langit tetap seperti keadaannya itu. Rembulan dan matahari sama-sama tidak
mau mengalah, keduanya bertengkar karena ingin sama-sama indah. Sampai pada
akhirnya matahari dan rembulan sama-sama ada di langit dan terjadilah gerhana. Seluruh
bumi dan langit menjadi gelap gulita. Tidak ada bintang, tidak ada juga gunung
dan laut. Yang ada hanya gelap yang sunyi dan sepi tanpa bintang yang saling
bercanda, juga tanpa gunung yang menggemerisikkan daun-daunnya.
Matahari dan rembulan akhirnya menangis, menyisakan cincin kecil di
tengah kegelapan langit. Mereka sadar jika pertengkaran tidak dapat membuat
segalanya menjadi indah. Sejak saat itu, matahari dan rembulan membagi dua keindahannya.
Waktu rembulan dan gemintang bercengkrama mereka namakan malam. Sedangkan waktu
matahari dan gunung serta laut bergemerisik dinamakan siang.
“Itulah kenapa ada matahari dan ada rembulan, sayang” Ucap sang ibu
sambil memeluk hangat tubuh anaknya yang mungil.
“berarti rembulan tidak jahat ma? Aku mau main di bawah rembulan juga”
ucapnya dengan mata yang berbinar-binar.
“iya, boleh. Nanti ya kalau ayah sudah pulang dan rembulan sedang bulat,
kita main sama-sama” ucap sang ibu sambil menepuk-nepuk kepala sang anak.
“sekarang kita tidur ya, sudah malam, besok kan adik mau bertemu
matahari lagi” ujar sang ibu lembut sambil membopong anaknya masuk ke dalam
rumah. Sang anak menyandarkan kepalanya di bahu dan memejamkan mata.
Hari itu, hari yang sunyi. Rembulan sudah hampir bulat sempurna di balik
pohon pinus. Ibu dan anak di dalam rumah di tepi hutan, dengan perapian yang
menyembul ke langit perlahan memadam. Ditiup angin dari sisi danau. Harapannya,
semoga, sang ayah dapat segera pulang.
Photo: http://sasstrology.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar