Senin, 04 November 2013

tak ada ucapan ultah untukku?






Jadi hari ini datang lagi, 4 November. Aku duduk di meja kerja bersama secangkir vanilla latte dan lagu bossa nova. Tidak ada yang special. Hanya senin hari keempat bulan sebelas, bertepatan dengan hari bolos nasional yang menghapuskan tanda kehidupan di beberapa cubicle kantor. Handphoneku juga tidak menunjukan tanda tanda kehidupan lain selain group instant dan beberapa messenger. Sudah berjalan 10 jam semenjak tengah malam dan aku masih tidak merasakan apapun. Atau pertanyaan tepatnya. “apa aku harus merasakan sesuatu?”. Hari ini hanya hari biasa dengan seluruh kebiasaannya. Kereta tetap berjalan lambat seperti biasa, langit membuka diri perlahan lahan seperti biasa. Matahari membenah centil seperti biasa. Lampu merah pagi berpenghitung mundur juga berjalan mundur seperti biasa. Dan aku, si terbawa arus. Tetap terbawa arus seperti biasa.

Jam 9 pagi. Pikirku sambil melirik pada widget kecil di pojok kanan layar komputer. Kupejamkan mata dan rebahkan badan di kursi semi malas. Sembari menggerakkan kaki senada bass pada lagu di sepasang earphone yang terpasang nyaman di telinga. Adalah momen-momen yang menyenangkan saat kau dapat menikmati musik seluruhnya. Menikmati indahnya setiap nada yang tercipta. Yang diusahakan musisi dengan susah payah. Bayangan terpejamku membawa imajinasi pada sebuah ruangan berwarna cokelat hangat bercorak lembut. Dengan satu sofa single bersebelahan lampu baca temaram dan secangkir cokelat hangat berpasangan dengan kudapan kecil di atas meja bundar. Membawa diri ke masa-masa menyenangkan seorang anak. Dipangku dan dibacakan cerita. Cerita dimana semua selalu berakhir indah. Seberapa tidak masuk akal pun itu. Semuanya akan indah dan berakhir dengan senyum. Orang dewasa senang jika seorang anak tersenyum. Maka aku menunaikan tugasku. Tersenyum setelah cerita.

Anak dan orang tua selalu saling menjaga. Seberapa rapuh pun orang tua itu. Tugas seorang anak adalah memastikan senyum dan pelukannya akan selalu hadir saat orang tuanya membutuhkan. Saat orang tua mulai bimbang, kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Saat konflik berkedok kedewasaan mengikis banyak hal. Saat kereta besar itu mulai terlepas dari rel. tugas anak adalah tersenyum dan memeluknya, menjaga hati dewasa yang rapuh dan rentan itu. Membimbingnya tetap berada di rel dengan pelukan kecil.

Menjadi dewasa tidak pernah menyenangkan. Mereka tau itu, tapi mereka mengorbankan kesenangan menjadi seorang anak dan menghadiahkannya pada kita. Orang dewasa mungkin orang yang egois. Para pemain drama ulung dengan seribu kedok. Namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang rentan. Rapuh dan perlu kasih sayang. Mereka selalu memikirkan kita, mereka selalu menyebut nama kita di setiap kesempatan. Mereka ingin bangga, memiliki seorang anak.

Mereka adalah orang yang ingin bangga saat kita, seorang anak mencium tangannya di depan sekolah. Mereka adalah orang yang ingin bangga saat kita, seorang anak menerima rapot sekolah setiap semester, yang dua jam kemudian diumumkan ke seluruh keluarga besar. Mereka adalah orang yang ingin bangga saat kita, seorang anak memakan masakan yang mereka buat. Mereka adalah orang yang ingin bangga saat kita, seorang anak memeluk mereka ketika wisuda, di depan anak-anak dan orang dewasa lain.

Sadarkah kita mereka menahan tangis saat kita malu mencium tangannya di depan umum?

Sadarkah kita mereka menahan sedih saat kita tidak ingin duduk bersama saat pembagian rapot?

Sadarkah kita mereka menahan kecewa saat kita tidak lagi membawa bekal yang mereka buat kan pagi pagi buta?

Sadarkah kita mereka menahan diri untuk memeluk kita, seorang anak saat lulus sekolah menengah atas dan wisuda?

Mereka rapuh, saat anaknya sudah tidak menyenangi hadiah yang mereka korbankan dengan susah payah. Mereka rentan terhadap semua tingkah laku egois kita yang berusaha menjadi dewasa. Menjadi sok besar dan mandiri. Menjadi si “aku bukan anak-anak lagi”.

Kini aku, si “bukan anak-anak lagi” telah memasuki babak baru, level 23 dari seluruh permainan yang bahkan tidak jelas kapan berakhir. Duduk di meja kerja orang dewasa, dan berakting seperti orang dewasa. Berteman dengan anak-anak lain yang sok “bukan anak-anak” lagi. Berkedok dengan kesibukan dan tanggung jawab. Tidak lupa upgrade sistem pertemanan ke level yang lebih sulit. Benar-benar mengubur hadiah dari orang dewasa kita.

Hey, orang dewasaku. Seperti biasa, kau tidak ingat hari ulang tahunku kan. Tak apa. Aku sudah belajar menjadi orang dewasa juga. Sama seperti pesanmu dulu. Maaf karena tidak dapat menjaga dan melindungi hati rapuhmu dengan baik hingga tutup usiamu. Dan maaf juga, seumur hidup tidak pernah memelukmu.

Tahun ini, aku mendapat kejutan. Dan kejutan itu hangat jika kau merasakannya sendiri. Bukan hanya menonton anak lain mendapatkannya seperti tahun-tahun sebelum ini.

Ayah, tahun ini aku tidak akan membeli kue dan hadiah itu lagi untuk aku berikan kepada diriku sendiri tengah malam nanti saat ibu dan adik tertidur. Sudah terlalu tua untuk terus bersembunyi yah, Dan lagi, ada anak yang menemaniku menyanyikan lagu selamat ulang tahun kali ini. Tidak perlu bernyanyi sendirian seperti biasanya.

Dari aku, Si “bukan anak-anak lagi” yang tidak pernah memeluk ayahnya. Sudah tiga tahun yah, tenanglah disana. Aku yang menjaga ibu dan adik. Apa masih boleh, mengucapkan aku sayang ayah di hari ulang tahun ini? Di bulan kau pergi juga.

2 komentar:

  1. so sweet ya.. hehe..
    bdw.. selamat ulang tahun.. whising you all the best :)

    BalasHapus
  2. Amin. terima kasih banyak. hehehehe.
    terima kasih juga udah mampir.

    BalasHapus