Rabu, 09 April 2014

Bandung, Taman Pasupati dan Teman yg Menyebalkan

Cerita yang bersamaan ditulis oleh Anggi Agistia (agistianggi.blogspot.com)

"Halo, apa kabar?" Ujarnya hangat.

Sudah lama tidak melihat senyum gembil sahabatku yang satu ini, setahun lebih mungkin kegiatan memisahkan kami di dua tempat yang sama sekali tidak berkerabat. Harapan kita untuk bertemu sekian lama akhirnya terwujud belum lama ini, di sela-sela semua tugas dan tanggung jawab yang entah kenapa selalu menjadi duri di setiap akhir pekan.

Tidak banyak yang berubah darinya, dia adalah sisa-sisa teman yang dapat bertahan mengarungi samudera ketidakjelasan diriku dulu, diriku yang seperti kapal pinisi berlayar empat terombang ambing badai kedewasaan di tengah bulan September, teman yang bertahan di geladak kapal dengan kapten yang kepayahan seperti aku.

Walaupun agak aneh bertemu dengannya disini, Bandung, kota dimana dahulu, saat kami masih berseragam semester akhir, di kopibar mahal tengah kota, hari dimana kami menerima pekerjaan pertama kami pasca lulus, kami saling berjanji untuk tidak pulang sebelum membawa sesuatu yang dapat dibanggakan.

Bandung sedang terik ragu, setelah hujan dini hari dan matahari yang baru keluar malas di hari yang sudah mulai siang. Minggu itu Bandung sedang merayakan hedonisme mingguannya yang bernama Car free day. Sepanjang jalan Dago, mulai dari bawah hingga atas terisi penuh oleh berbagai makanan dan pertunjukan untuk dijual, juga terselip beberapa charity yang berusaha mengais simpati para pengunjung, mungkin nama festival lebih menggambarkan situasi car free day hari itu. Kami berjalan menyusuri para penjaja makanan dan minuman yang cukup mengundang selera, namun pada akhirnya, setelah lelah berjalan, kami memutuskan untuk sarapan yang amat siang di gelap nyawang, dekat kampus ITB.

Secara harfiah, kami tidak banyak melakukan apa-apa seharian itu. Hanya mengobrol dan makan, menikmati udara Bandung yang kelak akan kami rindukan. Selama sarapan yang amat siang itu, dia memeberikanku sebuah hadiah, hadiah ulang tahunku tahun lalu, yang bahkan aku sudah lupa bahwa dia berjanji memberikan hadiah itu padaku. Sebuah buku yang mengisyaratkanku untuk pulang.


Perbincangan kami, sama seperti kebanyakan sahabat pada umumnya, berkisar kabar dan bagaimana kami mengarungi hidup secara terpisah, apa yang telah dapat kami raih dan bernostalgia bagaimana kami dahulu dijuluki penjaga perpus, karena terlalu lengket dengan perpustakaan kecil di lantai tiga yang hangat, hingga tanpa sadar waktu larut dan aku berhasil membuka diriku yang lain, menceritakan cerita yang selama ini, lebih dari 6 tahun menjadi sahabatnya, tabu untuk dibahas, bahasan tentang cinta.

Aku sudah mulai dewasa, walaupun masih dengan pikiran 17 tahunku, dan pertama kalinya berkeluh kesah soal cinta membuatku risih, ditambah lagi pandangannya yang kelewat simple, menyebalkan karena pada faktanya aku mengharapkan cercauan panjang nasihat-nasihat baik yang sering ditulis di buku-buku cinta. Alih-alih menceramahiku, dia hanya berkomentar singkat, komentar yang sampai sekarang masih belum mau aku akui kebenarannya. "Setiap keputusan mendatangkan konsekuensi, mau kamu kejar atau ngga, itu keputusan kamu, kamu yang ngejalanin" itu masuk daftar quotes olehnya yang akan aku post di twitter setelah komentar lamanya "tuhan bawa kamu kesini, dia pasti tanggung jawab".

Sampai sekarang aku tidak habis mengerti, bagaimana bisa ada orang yang frekuensi pikirannya senada denganku, dia tahu aku tidak suka dengan riuh pikuknya mall, cafe dan tempat perbelanjaan, jadi bukannya mengajakku ke tempat-tempat itu, dia mengajakku ke tempat yang, mungkin sedikit wanita yang terpapar radiasi hedonisme ibu kota akan menolak mentah-mentah, sebuah taman di bawah jembatan.




Bandung, kota yang kini sedang pintar bersolek, mulai lebih indah, menata bagian-bagian tubuhnya sehingga enak dipandang, taman di bawah jembatan pasupati contohnya, walau diberi tajuk taman jomblo, tapi taman ini terbuka untuk umum, oke mungkin umum dengan mayoritas single. 

Bandung benar-benar ragu hari ini, hujan turun kembali dengan deras, melengkapi angin yang bertiup lebih dingin dari biasanya, dan itu menjadi alasan bagi kami untuk mencari makan siang yang kelewat sore, menghabiskan kerinduan kami akan kota kelahiran di suatu taman, dan masih meninggalkan aku yang kesal tidak di ceramahi.

Terima kasih banyak anggi, see you next time. Setelah aku dapat memutuskan.

2 komentar:

  1. Saya jarang ke Bandung :(

    Jangan lupa kunbalnya ya :)

    Farhan Blog : http://anggarafd.blogspot.com
    Farhan Tips : http://anggarafd.wordpress.com

    BalasHapus
  2. Sengaja nggak mau banyak ceramah supaya nanti bisa ada alasan buat luangin waktu ketemu lagi hihi.

    Semangat selalu sahabat dahsyat.
    Cheer up up up! ^^

    BalasHapus